14 Mei 2008

MENAFSIRKAN PERKARA ROHANI KEPADA MANUSIA ROHANI

Sekarang Anda sudah menerima kabar baiknya dan juga sudah punya satu aturan ditangan Anda bahwa setelah seseorang menjadi Kristen, dia seharusnya mengenal perkara-perkara Allah. Lalu mungkin Anda akan berkata, “Halleluya, jika demikian aku akan rajin membaca Alkitab, aku ingin mengenal kedalaman Allah, Hari ini aku akan meluangkan waktu lima jam untuk membaca Alkitab hari ini”. Begitu memasuki setengah jam berikutnya mungkin pertanyaan ini segera muncul di dalam diri Anda, “Aku sudah dilahirkan kembali, dan aku memiliki roh kelahiran kembali. Tetapi mengapa aku tidak dapat belajar Alkitab dengan baik? Mengapa Alkitab seperti buku yang tertutup bagiku?

Kita perlu melihat hubungan lebih jauh antara Roh itu dengan Alkitab seperti yang disampaikan Paulus di dalam 1 Korintus 2:1-13. Dalam membaca bagian ini, kita menemukan hubungan antara Roh itu dan Alkitab. Paulus berkata di sini tentang firman yang diwahyukan oleh Roh itu, yang diajarkan oleh Roh itu, dan perkataan hikmat dari Roh itu, bukanlah perkataan hikmat dari manusia. Apakah itu perkataan hikmat dari manusia? Apa yang dilihat oleh mata, apa yang didengar oleh telinga, dan apa yang timbul di dalam hati—inilah perkataan-perkataan manusia. Dari manakah wahyu yang diterima Paulus? Wahyunya datang dari Roh Kudus, karena hanya Roh Kudus yang mengetahui hal-hal tentang Allah. Bagaimana manusia mendapatkan wahyu dari Roh Kudus? Paulus memberitahu kita bahwa untuk memilikinya, kita perlu memiliki Roh Allah. Ini sama dengan apa yang kita lihat sebelumnya pada Injil Yohanes. Disana dikatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mengerti hal-hal tentang Allah selain Roh Allah. Kemudian, karena itu, siapa saja yang tidak memiliki Roh Allah tidak mengerti hal-hal tentang Allah. Paulus melanjutkan lebih jauh bahwa dia tidak mengucapkan perkataan-perkatan ini menurut pemberitaan yang unggul atau hikmat, juga bukan dari perkataan hikmat ajaran manusia, tetapi di dalam perkataan yang diajarkan oleh Roh itu, membicarakan perkara rohani kepada manusia rohani.

Di sini Paulus berkata bahwa hal-hal rohani hanya dapat disekutukan kepada manusia rohani. Ada beberapa hal yang tidak mungkin dibicarakan kapda beberapa orang; karena hal tersebut ini tidak dapat dibaurkan dengan orang-orang tersebut. Ayat 14 berkata, “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah.” Manusia duniawi bukan hanya tidak menerima hal-hal rohani, tetapi “karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan.” Dia akan berpikir bahwa kaum beriman adalah orang-orang bodoh. Seorang manusia duniawi tidak akan tahu, “dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” Firman ini menyentuh puncak dari bagian ini. Ini menunjukkan kepada kita bahwa hal rohani hanya dapat dikenali oleh orang yang rohani. Seorang yang duniawi tidak dapat membedakan dan tidak mengerti hal-hal tersebut. Ini tidak ada hubungannya dengan meluangkan waktu atau tidak meluangkan waktu untuk berlatih. Bahkan jika seorang yang duniawi meluangkan seluruh waktunya untuk berjerih-lelah, ia tetap tidak akan dapat dan tidak akan tahu hal-hal tersebut. Dia kekurangan satu karunia yang vital. Suatu deskripsi yang lebih ilmiah tentang ‘manusia duniawi’ adalah manusia jiwa, manusia di bawah kontrol jiwanya sendiri. Berbicara secara rohani, adalah manusia yang belum dilahirkan kembali. Dia sama seperti Adam, jiwa yang hidup, yang tidak memiliki roh Allah di dalamnya dan yang tidak dapat mengenal perkara-perkara Allah.

Sebagai suatu aturan, setelah seseorang menjadi Kristen, dia seharusnya mengenal perkara-perkara Allah. Tetapi mengapa banyak saudara saudari yang tidak mengenal perkara tersebut? Alasannya adalah meskipun mereka telah memiliki roh kelahiran kembali, mereka tidak benar-benar manusia rohani. Penekanan Paulus dalam 1 Korintus 2 dan 3 adalah bukan hanya roh tetapi menjadi rohani. Penekanan Yohanes adalah roh, penekanan Paulus adalah menjadi rohani. Seseorang bukan hanya harus memiliki roh tetapi juga harus menjadi rohani seturut dengan roh tersebut. Seseorang harus memiliki roh; tanpa roh seseorang tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya memiliki roh saja, tetapi tanpa hidup di bawah prinsip roh tersebut, yaitu tanpa hidup di dalam roh dan tanpa hidup seturut dengan roh ini untuk menjadi manusia rohani, ini adalah sia-sia